KETELADANAN
RASULULLAH SAW DALAM
MEMBINA UMAT MADINAH
1.
Hijrah Rasulullah SAW ke Madinah
Peristiwa
hijrah Rasulullah SAW merupakan salah satu bagian dari rentetan sejarah dakwah
Rasulullah SAW. Sejak rasulullah diangkat menjadi Nabi dan Rasul pada usia yang
ke-40 tahun nabi melakukan dakwah Islam ke berbagai kalangan. Halangan dan
rintanganpun dating silih berganti, termasuk kesedihan dan kegembiraan yang
silih berganti.
Sepeninggal
istri dan pamannya ditahun ‘amul huzn, rasulullah merasa sangat sedih karena
kehilangan orang yg sangat dicintainya dan merupakan orang penting dalam
perjuangan beliau.
Pucuk
pimpinan bani hasym dipegang oleh Abu Lahab, perubahan ini membuat pengaruh yg
sangat besar terhadap kelangsungan dakwah rasulullah saw. Karena kaum quraisy
memanfaatkan keadaan ini dalam rangka memusuhi Nabi Saw, karena sebelum
dipegang oleh abu lahab kepemimpinan Bani Hasym dipegang oleh Abu Thalib yang
sangat membantu perjuangan Nabi SAW sedangkan Abu Lahab sangat memusuhi Nabi
SAW.
Nabi
SAW selalu diganggu oleh kaum quraisy, bahkan selalu diteror, dan selalu
direncanakan atas pembunuhan Nabi Saw. Nabi SAW pun mencari perlindungan ke
Thaif, akan tetapi di tolak oleh kaum thoif, dan Nabipun mendapat perlindungan
dari Muth’im. Sehingga Nabi SAW dapat melanjutkan dakwahnya ke suku lain
seperti : Badui, Aus, Khazraj dan Madinah. Saking banyaknya gangguan dan
ancaman dari kafir Mekkah, maka nabipun berencana Hijrah ke Madinah dan pada
suatu malam dengan di barengi Abu Bakar Nabi berangkat ke Medinah dengan
terlebih dahulu tinggal di Gua Tsur. Dan para sahabatpun mengikutinya setelah
beliau berangkat.
2.
Situasi Sahabat Anshar dan Muhajirin di Madinah ( Saling Kasihi )
Kaum
Anshor (penduduk asli Madinah) sangat menjalin persaudaraan dengan kaum
Muhajirin (penduduk Mekkah), sikap keramah tamahan dan saling berbagi, saling
membantu, saling menyayangi, ditunjukkan oleh kedua kaum tersebut.
Dengan
sendirinya yang menjadi pokok pikiran Rasulullah SAW yang mula-mula ialah
menyusun barisan kaum Muslimin serta mempererat persatuan mereka, guna
menghilangkan segala bayangan yang akan membangkitkan api permusuhan lama di
kalangan mereka itu. Untuk mencapai maksud ini diajaknya kaum Muslimin supaya
masing-masing dua bersaudara, demi Allah. Dia sendiri bersaudara dengan Ali bin
Abi Talib. Hamzah pamannya bersaudara dengan Zaid bekas budaknya. Abu Bakr
bersaudara dengan Kharija b. Zaid. Umar ibn'l-Khattab, bersaudara dengan 'Itban
b. Malik al-Khazraji. Demikian juga setiap orang dari kalangan Muhajirin yang
sekarang sudah banyak jumlahnya di Yathrib - sesudah mereka yang tadinya masih
tinggal di Mekah menyusul ke Medinah setelah Rasul hijrah - dipersaudarakan
pula dengan setiap orang dari pihak Anshar, yang oleh Rasul lalu dijadikan
hukum saudara sedarah senasib. Dengan persaudaraan demikian ini persaudaraan
kaum Muslimin bertambah kukuh adanya.
Ternyata
kalangan Anshar memperlihatkan sikap keramahtamahan yang luarbiasa terhadap
saudara-saudara mereka kaum Muhajirin ini, yang sejak semula sudah mereka
sambut dengan penuh gembira. Sebabnya ialah, mereka telah meninggalkan Mekah,
dan bersama itu mereka tinggalkan pula segala yang mereka miliki, harta-benda
dan semua kekayaan. Sebagian besar ketika mereka memasuki Medinah sudah hampir
tak ada lagi yang akan dimakan disamping mereka memang bukan orang berada dan
berkecukupan selain Usman b. 'Affan. Sedangkan yang lain sedikit sekali yang
dapat membawa sesuatu yang berguna dari Mekah.
Pada
suatu hari Hamzah paman Rasul pergi mendatanginya dengan permintaan kalau-kalau
ada yang dapat dimakannya. Abdur-Rahman b. 'Auf yang sudah bersaudara dengan
Sa'd bin'r-Rabi' ketika di Yathrib ia sudah tidak punya apa-apa lagi. Ketika
Sa'd menawarkan hartanya akan dibagi dua, Abdur-Rahman menolak. Ia hanya minta
ditunjukkan jalan ke pasar. Dan di sanalah ia mulai berdagang mentega dan keju.
Dalam waktu tidak berapa lama, dengan kecakapannya berdagang ia telah dapat
mencapai kekayaan kembali, dan dapat pula memberikan mas-kawin kepada salah
seorang wanita Medinah. Bahkan sudah mempunyai kafilah-kafilah yang pergi dan
pulang membawa perdagangan. Selain Abdur-Rahman, dari kalangan Muhajirin,
banyak juga yang telah melakukan hal serupa itu. Sebenarnya karena kepandaian
orang-
orang
Mekah itu dalam bidang perdagangan sampai ada orang mengatakan: dengan
perdagangannya itu ia dapat mengubah pasir sahara menjadi emas. Adapun mereka
yang tidak melakukan pekerjaan berdagang, diantaranya ialah Abu Bakr, Umar, Ali
b. Abi Talib dan lain-lain. Keluarga-keluarga mereka terjun kedalam pertanian,
menggarap tanah milik orang-orang Anshar bersama-sama pemiliknya. Tetapi selain
mereka ada pula yang harus menghadapi kesulitan dan kesukaran hidup. Sungguhpun
begitu, mereka ini tidak mau hidup menjadi beban orang lain. Merekapun
membanting tulang bekerja, dan dalam bekerja itu mereka merasakan adanya
ketenangan batin, yang selama di Mekah tidak pernah mereka rasakan.
Di
samping itu ada lagi segolongan orang-orang Arab yang datang ke Medinah dan
menyatakan masuk Islam, dalam keadaan miskin dan serba kekurangan sampai-sampai
ada diantara mereka yang tidak punya tempat tinggal. Bagi mereka ini oleh
Muhammad disediakan tempat di selasar mesjid yaitu shuffa [bahagian mesjid yang
beratap] sebagai tempat tinggal mereka.
Oleh
karena itu mereka diberi nama Ahl'sh-Shuffa (Penghuni Shuffa). Belanja mereka
diberikan dari harta kaum Muslimin, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar
yang berkecukupun.
Dengan
adanya persatuan kaum Muslimin dengan cara persaudaraan itu Muhammad sudah
merasa lebih tenteram. Sudah tentu ini merupakan suatu langkah politik yang
bijaksana sekali dan sekaligus menunjukkan adanya suatu perhitungan yang tepat
serta pandangan jauh. Baru tampak kepada kita arti semua ini bila kita melihat
segala daya-upaya kaum Munafik yang hendak merusak dan menjerumuskan kaum
Muslimin ke dalam peperangan antara Aus dengan Khazraj dan antara Muhajirin
dengan Anshar. Akan tetapi suatu operasi politik yang begitu tinggi dan yang
menunjukkan adanya kemampuan luarbiasa, ialah apa yang telah dicapai oleh
Muhammad dengan mewujudkan persatuan Yathrib dan meletakkan dasar organisasi
politiknya dengan mengadakan persetujuan dengan pihak Yahudi atas landasan
kebebasan dan persekutuan yang kuat sekali. Orang sudah melihat betapa mereka
menyambut baik kedatangannya dengan harapan akan dapat dibujuknya ke pihak
mereka. Penghormatan mereka ini dengan segera dibalasnya pula dengan
penghormatan yang sama serta mengadakan tali silaturahmi dengan mereka. Ia
bicara dengan kepala-kepala mereka, didekatkannya pembesar-pembesar mereka
dibentuknya dengan mereka itu suatu tali persahabatan, dengan pertimbangan
bahwa mereka juga Ahli Kitab dan kaum monotheis. Lebih dari itu bahwa pada
waktu mereka berpuasa iapun ikut puasa. Pada waktu itu kiblatnya dalam
sembahyang masih menghadap ke Bait'l-Maqdis, titik perhatian mereka, tempat
terkumpulnya semua Keluarga Israil. Persahabatannya dengan pihak Yahudi dan
persahabatan pihak Yahudi dengan dia makin sehari makin bertambah erat dan
dekat juga. Sebaliknya Muhammad, tersebarnya Islam serta menangnya misi kebenaran
itu harus berada ditangannya. Ia menjadi Rasul, menjadi negarawan, pejuang dan
penakluk. Semua itu demi Allah,demi misi kebenaran, yang oleh karenanya ia
diutus. Dalam hal ini semua, sebenarnya dia adalah orang besar, lambang
kesempurnaan insani par exellence dalam arti kata yang sebenarnya.
3.
Perjuangan Rasulullah SAW di Madinah
Walaupun
rasulullah Saw telah hijrah, beliau tak luput dari gangguan dan serangan serta
ajakan berperang dari kaum quraisy mekkah. Bahkan kaum yahudi Medinah-pun mulai
mengganggunya. Oleh karena itu Nabi terpaksa untuk membela diri dan
mempertahankan Islam, maka peperanganpun tak dapat di elakkan, diantaranya:
a.
Perang Badar
Pertempuran
Badar (bahasa Arab: غزوة بدر, ghazawāt badr),
adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan musuh-musuhnya.
Perang ini terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadhan 2 Hijriah. Pasukan
kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang bertempur menghadapi pasukan
Quraisy[1] dari Mekkah yang berjumlah 1.000 orang. Setelah bertempur habis-habisan
sekitar dua jam, pasukan Muslim menghancurkan barisan pertahanan pasukan
Quraisy, yang kemudian mundur dalam kekacauan.
Sebelum
pertempuran ini, kaum Muslim dan penduduk Mekkah telah terlibat dalam beberapa
kali konflik bersenjata skala kecil antara akhir 623 sampai dengan awal 624,
dan konflik bersenjata tersebut semakin lama semakin sering terjadi. Meskipun
demikian, Pertempuran Badar adalah pertempuran skala besar pertama yang terjadi
antara kedua kekuatan itu. Muhammad saat itu sedang memimpin pasukan kecil
dalam usahanya melakukan pencegatan terhadap kafilah Quraisy yang baru saja
pulang dari Syam, ketika ia dikejutkan oleh keberadaan pasukan Quraisy yang
jauh lebih besar. Pasukan Muhammad yang sangat berdisiplin bergerak maju
terhadap posisi pertahanan lawan yang kuat, dan berhasil menghancurkan barisan
pertahanan Mekkah sekaligus menewaskan beberapa pemimpin penting Quraisy,
antara lain ialah Abu Jahal alias Amr bin Hisyam.
Bagi
kaum Muslim awal, pertempuran ini sangatlah berarti karena merupakan bukti
pertama bahwa mereka sesungguhnya berpeluang untuk mengalahkan musuh mereka di
Mekkah. Mekkah saat itu merupakan salah satu kota terkaya dan terkuat di Arabia
zaman jahiliyah. Kemenangan kaum Muslim juga memperlihatkan kepada suku-suku Arab
lainnya bahwa suatu kekuatan baru telah bangkit di Arabia, serta memperkokoh
otoritas Muhammad sebagai pemimpin atas berbagai golongan masyarakat Madinah
yang sebelumnya sering bertikai. Berbagai suku Arab mulai memeluk agama Islam
dan membangun persekutuan dengan kaum Muslim di Madinah; dengan demikian,
ekspansi agama Islam pun dimulai. Kekalahan Quraisy dalam Pertempuran Badar
menyebabkan mereka bersumpah untuk membalas dendam, dan hal ini terjadi sekitar
setahun kemudian dalam Pertempuran Uhud.
b.
Perang Uhud
Pertempuran
Uhud adalah pertempuran yang pecah antara kaum muslimin dan kaum kafir Quraisy
pada tanggal 22 Maret 625 M (7 Syawal 3 H). Pertempuran ini terjadi kurang
lebih setahun lebih seminggu setelah Pertempuran Badr. Tentara Islam berjumlah
700 orang sedangkan tentara kafir berjumlah 3.000 orang. Tentara Islam dipimpin
langsung oleh Rasulullah sedangkan tentara kafir dipimpin oleh Abu Sufyan.
Disebut Pertempuran Uhud karena terjadi di dekat bukit Uhud yang terletak 4 mil
dari Masjid Nabawi dan mempunyai ketinggian 1000 kaki dari permukaan tanah
dengan panjang 5 mil.
Rasulullah
menempatkan pasukan Islam di kaki bukit Uhud di bagian barat. Tentara Islam
berada dalam formasi yang kompak dengan panjang front kurang lebih 1.000 yard.
Sayap kanan berada di kaki bukit Uhud sedangkan sayap kiri berada di kaki bukit
Ainain (tinggi 40 kaki, panjang 500 kaki). Sayap kanan Muslim aman karena
terlindungi oleh bukit Uhud, sedangkan sayap kiri berada dalam bahaya karena
musuh bisa memutari bukit Ainain dan menyerang dari belakang, untuk mengatasi
hal ini Rasulullah menempatkan 50 pemanah di Ainain dibawah pimpinan Abdullah
bin Jubair dengan perintah yang sangat tegas dan jelas yaitu "Gunakan
panahmu terhadap kavaleri musuh. Jauhkan kavaleri dari belakang kita. Selama
kalian tetap di tempat, bagian belakang kita aman. jangan sekali-sekali kalian
meninggalkan posisi ini. Jika kalian melihat kami menang, jangan bergabung;
jika kalian melihat kami kalah, jangan datang untuk menolong kami."
Di
belakang pasukan Islam terdapat 14 wanita yang bertugas memberi air bagi yang
haus, membawa yang terluka keluar dari pertempuran, dan mengobati luka
tersebut. Di antara wanita ini adalah Fatimah, putri Rasulullah yang juga istri
Ali. Rasulullah sendiri berada di sayap kiri.
Posisi
pasukan Islam bertujuan untuk mengeksploitasi kelebihan pasukan Islam yaitu
keberanian dan keahlian bertempur. Selain itu juga meniadakan keuntungan musuh
yaitu jumlah dan kavaleri (kuda pasukan Islam hanya 2, salah satunya milik
Rasulullah). Abu Sufyan tentu lebih memilih pertempuran terbuka dimana dia bisa
bermanuver ke bagian samping dan belakang tentara Islam dan mengerahkan seluruh
tentaranya untuk mengepung pasukan tersebut. Tetapi Rasulullah menetralisir hal
ini dan memaksa Abu Sufyan bertempur di front yang terbatas dimana infantri dan
kavalerinya tidak terlalu berguna. Juga patut dicatat bahwa tentara Islam
sebetulnya menghadap Madinah dan bagian belakangnya menghadap bukit Uhud, jalan
ke Madinah terbuka bagi tentara kafir.
Tentara
Quraish berkemah satu mil di selatan bukit Uhud. Abu Sufyan mengelompokkan
pasukan ini menjadi infantri di bagian tengah dan dua sayap kavaleri di
samping. Sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid dan sayap kiri dipimpin
oleh Ikrimah bin Abu Jahl, masing-masing berkekuatan 100 orang. Amr bin Al Aas
ditunjuk sebagai panglima bagi kedua sayap tapi tugasnya terutama untuk
koordinasi. Abu Sufyan juga menempatkan 100 pemanah di barisan terdepan.
Bendera Quraish dibawa oleh Talha bin Abu Talha.
Sedangkan
sebab kekalahan kaum Muslimin di tuliskan dalam Sura Ali ‘Imran ayat 140-179.
Dalam ayat2 di Sura Ali ‘Imran, Muhammad menjelaskan kekalahan di Uhud adalah
ujian dari Allah (ayat 141) – ujian bagi Muslim mu’min dan munafik (ayat
166-167).
"Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah
orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar
(ayat 142)? Bahkan jika Muhammad sendiri mati terbunuh, Muslim harus terus
berperang (ayat 144), karena tiada seorang pun yang mati tanpa izin Allah (ayat
145). Lihatlah para nabi yang tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa
mereka di jalan Allah (ayat 146). Para Muslim tidak boleh taat pada kafir (ayat
149), karena Allah Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut
(ayat 151)."
Ayat2
di atas tidak menunjukkan sebab yang sebenarnya mengapa Muhammad dan Muslim
kalah perang di Uhud. Penjelasan yang lebih lengkap bisa dibaca di Hadis Sahih
Bukhari, Volume 4, Book 52, Number 276
Memang
benar bahwa para Muslim hampir saja mampu menghabisi musuh2nya kaum pagan
Quraish ketika kemudian perhatian mereka teralihkan. Ketika tentara Muslim
melihat para wanita Quraish mengangkat bajunya sehingga menampakkan gelang
pergelangan kaki dan kaki2 mereka, mereka mulai berteriak-teriak dan menzalimi
mereka. Tanpa peduli akan perintah2 Muhammad, mereka meninggalkan tempat2 jaga
mereka dan lalu mengejar wanita2 ini – karena itulah Allah mengijinkan kaum
pagan membunuhi para Muslim yang meninggalkan kedudukannya sebagai suatu ujian
(ayat 152-153). Tentara Muslim kalah karena salah mereka sendiri (ayat 165).
c.
Perang Khandak
Pertempuran
Khandaq (Arab:غزوة الخندق) terjadi pada bulan
Syawal tahun 5 Hijriah atau pada tahun 627 Masehi, yaitu pengepungan Madinah
oleh pasukan gabungan antara kaum kafir Quraisy makkah dan yahudi bani Nadir
(al-ahzaab), sehingga dikenal juga sebagai Perang Ahzab. Untuk melindungi
Madinah dari serangan gabungan, maka dibuatlah parit sebagai strategi berperang
untuk menghindari serbuan langsung dari pasukan Al-Ahzab Quraisy dan bani
Nadir. Strategi pembuatan parit di sela sela daerah yang tidak terlindungi oleh
pegunungan sebagai tempat perlindungan adalah strategi dari sahabat Rasulullah
S.A.W bernama Salman al-Farisi yang berasal dari Persia, sehingga perang ini
disebut dengan pertempuran parit / khandaq. Sejatinya strategi ini berasal dari
Persia, yang dilakukan apabila mereka terkepung atau takut dengan keberadaan
pasukan berkuda.
Lalu
digalilah parit di bagian utara Madinah selama sembilah/sepuluh hari. Pasukan
gabungan datang dengan kekuatan 10.000 pasukan yang siap berperang. Pasukan
gabungan membuat kemah di bagian utara Madinah, karena di tempat itu adalah
tempat yang paling tepat untuk melakukan perang. Pada Pertempuran Khandaq,
terjadi pengkhianatan dari kaum Yahudi Bani Qurayzhah atas kesepakatan yang
telah disetujui sebelumnya untuk mempertahankan kota Madinah, tetapi bani
Quraizhah mengkhianati perjanjian itu.
Setelah
terjadi pengepungan selama satu bulan penuh Nua'im bin Mas'ud al-Asyja'i yang
telah memeluk Islam tanpa sepengetahuan pasukan gabungan dengan keahliannya
memecah belah pasukan gabungan. Lalu Allah S.W.T mengirimkan angin yang
memporakporandakan kemah pasukan gabungan, memecahkan periuk-periuk mereka, dan
memadamkan api mereka. Hingga akhirnya pasukan gabungan kembali ke rumah mereka
dengan kegagalan menaklukan kota Madinah. Setelah peperangan itu, Rasulullah
dan para sahabat berangkat menuju kediaman bani quraizah untuk mengadili
mereka.
Sebenarnya
Rasulullah Saw sangat membenci perang, kalau bukan karena membela diri dan
mempertahankan ajaran islam, mungkin tidak akan dilaksanakan. Bukankah islam
itu sendiri artinya DAMAI.
PERANG BANI QURAIZHAH
Pertempuran sengit antara kaum muslimin
melawan koalisi pasukan kafir Quraisy telah selesai, yang pada akhirnya
kemenangan berada di tangan umat Islam. Akan tetapi permasalahan yang dihadapi
Rasulullah r dan para sahabatnya belum selesai sampai di sini.
Tatkala Perang Ahzab terjadi, komunitas
Yahudi Bani Quraizhah, yang seharusnya membela dan mempertahankan kota Madinah
dari serangan pasukan Ahzab (koalisi kafir) bersama-sama kaum Muslim, malah
berbalik membantu musuh.
Allah U berkehendak lain, pasukan Ahzab
yang telah mengepung kota Madinah pada akhirnya tercerai-berai disapu hujan dan
angin dingin. Persekutuan mereka berantakan akibat rumor yang secara sengaja
ditiupkan oleh Nu‘aim bin Mas‘ud (yang baru masuk Islam waktu itu). Pasukan
koalisi kembali ke negeri mereka masing-masing, tinggal Yahudi Bani Quraizhah
yang berharap-harap cemas atas nasibnya, karena mereka tinggal tidak jauh dari
Madinah. Persekongkolan mereka dalam bentuk pelanggaran perjanjian dengan
Rasulullah r telah terbongkar. Mereka telah mencampakkan Watsîqah
(Piagam) Madinah, yang mengharuskan mereka untuk tidak bersekutu dan membantu
musuh dari kaum Muslim.
Rasulullah r dan kaum Muslim kembali ke
Madinah, lalu meletakkan persenjataan mereka. Akan tetapi, pada waktu zuhur,
Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah r dan berkata, “Hai Muhammad,
sesungguhnya Allah U menyuruhmu berangkat menuju Bani Quraizhah. Aku
juga akan pergi untuk mengguncang mereka.”
Maka, Rasulullah r memerintahkan
seorang mu’adzin agar berseru kepada orang-orang, “Siapa yang tunduk dan patuh,
maka janganlah sekali-kali mendirikan shalat ashar kecuali di Bani Quraizhah.”
Beliau pergi di tengah prosesi
Muhajirin dan Anshar, hingga tiba di salah satu pangkalan air milik Bani
Quraizhah, yang disebut Bi’r Anna. Orang-orang Muslim melaksanakan apa yang
diperintahkan Rasulullah r Secara berkelompok-berkelompok mereka berangkat
menuju Bani Quraizhah.
Saat tiba waktu shalat ashar, sebagian
dari mereka berkata, “Kami tidak mendirikan shalat ashar kecuali setelah tiba
di Bani Quraizhah, seperti yang diperintahkan kepada kami.” Hingga ada sebagian
mereka yang shalat ashar ketika sudah masuk waktu isya’. Sebagian yang lain
sudah mendirikan shalat ashar di tengah perjalanan ketika waktu ashar telah
tiba. Mereka memahami perintah Rasulullah r adalah sebagai anjuran untuk
mempercepat perjalanan. Akan tetapi keduanya ini tidak menjadi permasalahan.
Pasukan yang baru kembali dari medan
Perang Khandaq segera berangkat menuju perkampungan Bani Quraizhah. Rasulullah
r melakukan pengepungan terhadap Bani Quraizhah selama 25 malam hingga mereka
menderita. Allah U memasukkan ketakutan ke dalam hati mereka.
Tatkala Bani Quraizhah yakin bahwa
Rasulullah r tidak akan meninggalkan pengepungannya sampai mengalahkan mereka,
maka Ka‘ab bin Asad berkata kepada kaumnya, “Hai orang-orang Yahudi, kalian
telah merasakan penderitaan sebagaimana yang kalian alami. Oleh karena itu, aku
mengajukan tiga buah penawaran kepada kalian. Silakan kalian ambil pilihan
tersebut sebagaimana yang diinginkan.”
Mereka menjawab, “Apa gerangan tiga
buah penawaran tersebut?”
Ka‘ab bin Asad berkata, “Ketiga tawaran
itu adalah, kita mengikuti Muhammad dan membenarkannya. Demi Allah, sungguh
sudah amat jelas di hadapan kalian bahwa dia itu adalah Rasul, dan kalian
mendapati namanya tertulis di dalam kitab kalian. Dengan begitu, kalian akan
memperoleh keamanan atas darah, kekayaan, anak-anak dan wanita-wanita kalian.”
Mereka menukas, “Kita tidak akan
meninggalkan kitab Taurat selama-lamanya dan tidak akan menggantinya dengan
kitab yang lain.”
Ka‘ab bin Asad berkata lagi, “Apabila
kalian menolak tawaran pertama, mari kita bunuh anak-anak dan wanita-wanita
kita, kemudian kaum laki-laki kita keluar menghadapi Muhammad dan para
sahabatnya dengan membawa persenjataan lengkap tanpa meninggalkan beban berat
(yakni anak-anak dan kaum wanita) di rumah hingga Allah menyelesaikan perkara
kita dengan mereka. Jika kita terbunuh, kita terbunuh tanpa meninggalkan
keturunan di rumah yang kita khawatirkan keselamatannya. Jika kita meraih
kemenangan, aku bersumpah bahwa kita akan memperoleh wanita dan anak-anak
lagi.”
Mereka bertanya, “Apa memang kita harus
membunuh anak-anak dan kaum wanita yang mestinya kita kasihani? Apa artinya
kehidupan yang nikmat tanpa kehadiran mereka?”
Ka‘ab bin Asad berkata, “Apabila kalian
tidak mau juga menerima tawaran yang kedua, malam ini adalah malam Sabtu,
mudah-mudahan Muhammad dan para sahabatnya memberikan keamanan kepada kita.
Lalu turunlah kalian dari benteng-benteng, semoga kita memperoleh kesempatan
atas lengahnya Muhammad dan para sahabatnya, kemudian kita serang mereka secara
tiba-tiba.”
Mereka berkata, “Kalau begitu, kita
merusak (kesucian) hari Sabtu dan mengerjakan suatu perbuatan yang tidak pernah
dilakukan oleh orang-orang sebelum kita, kecuali orang yang telah engkau
ketahui, kemudian ia tertimpa musibah yang engkau ketahui, yaitu kebinasaan.”
Ka‘ab bin Asad berkata, “Sungguh, tidak
ada seorang pun dari kalian yang bersungguh-sungguh di dalam satu malam pun
sejak ia dilahirkan ibunya.”
Negosiasi antara Bani Quraizhah dan
Rasulullah r berlangsung singkat. Kedua belah pihak akhirnya sepakat untuk
menyerahkan urusan (nasib) Yahudi Bani Quraizhah kepada Sa‘ad bin Mu‘adz. Saat
itu kondisi Sa‘ad bin Mu‘adz terluka parah akibat terkena panah pada Perang
Khandaq.
Kaum Muslim pergi menuju Sa‘ad bin
Mu‘adz dan berkata, “Wahai Abu Amr, sesungguhnya Rasulullah r telah
mengangkatmu untuk memutuskan perkara-perkara yang menyangkut keluargamu.”
Sa‘ad berkata, “Terhadap persoalan
tersebut kalian harus konsisten dengan janji Allah, bahwa hukum terhadap mereka
adalah sesuai dengan hukum yang aku putuskan.”
Mereka menjawab, “Ya.”
Sa‘ad bin Mu‘adz berkata lagi, “Kalian
juga harus konsisten terhadap orang yang ada di sini.”
Ia berkata sambil menunjuk ke tempat
Rasulullah r Hal ini merupakan bentuk penghormatannya kepada beliau. Rasulullah
r menjawab, “Ya.”
Sa‘ad berkata, “Mengenai Bani
Quraizhah, aku memutuskan bahwa kaum lelaki mereka harus dibunuh, harta
kekayaan mereka dibagi-bagi, anak-anak dan kaum wanitanya menjadi tawanan (sabiy).”
Mendengar hal itu, Rasulullah r
bersabda (yang artinya), “Sungguh, engkau telah memutuskan perkara mereka
dengan hukum Allah dari atas tujuh lapis langit.”
Setelah itu, orang-orang Yahudi Bani
Quraizhah diperintahkan untuk keluar dari bentengnya. Kemudian Rasulullah r
menahan mereka di Madinah, di rumah putri al-Harits, salah seorang wanita dari
Bani an-Najjar. Rasulullah r pergi ke pasar Madinah, kemudian menggali parit di
sana. Beliau memerintahkan orang-orang Yahudi Bani Quraizhah untuk dibawa ke
parit tersebut kelompok demi kelompok, termasuk Ka‘ab bin Asad tokoh Bani Quraidhah,
bersama-sama dengan 600 atau 700 orang Bani Quraizhah. Ada yang mengatakan
jumlah mereka 800, bahkan 900 orang. Mereka seluruhnya dipenggal dan dikuburkan
di dalam parit itu.
MANUVER-MANUVER MILITER SETELAH PERANG
BANI QURAIZHAH
Terbunuhnya Sallam bin Abul-Huqaiq
Sallam bin Abul-Huqaiq yang juga biasa
dipanggil Abu Rafi’ termasuk tokoh penjahat Yahudi yang mendorong pembentukan
pasukan Ahzab untuk memerangi kaum Muslimin, juga mendukung mereka dengan
bantuan harta dan pasokan bahan makanan. Setelah orang-orang Muslim selesai
mengangani urusan Bani Quraizhah, orang-orang Khazraj meminta izin kepada
Rasulullah r untuk membunuh Abu Rafi’. Karena sebelumnya orang-orang Aus lah
yang mendapatkan kehormatan dengan membunuh Ka’ab bin Al-Asyraf. Begitulah orang-orang
Khazraj yang juga ingin mendapatkan kehormatan dengan membunuh Abu Rafi’.
Rasulullah r mengizinkan permintaan
mereka dan melarang membunuh wanita dan anak-anak. Maka ada lima orang di
antara mereka yang semuanya berasal dari Bani Salamah dari Bani Khazraj, di
bawah pimpinan Abdullah bin Atik.
Singkat cerita, lima orang tersebut
berangkat menuju benteng persembunyian Abu Rafi’ di Khaibar. Kemudian Abdullah
bin Atik berhasil menyelinap masuk benteng sampai ke kediaman Abu Rafi’, hingga
Abdullah berhasil menebas Abu Rafi’ dengan pedangnya sampai mati. Ini
berdasarkan riwayat dari Bukhari.
Sedangkan menurut riwayat Ibnu Ishaq
disebutkan bahwa mereka berlima masuk ke tempat tinggal Abu Rafi’ dan secara
bersama-sama menyerangnya, adapun yang membunuhnya adalah Abdullah bin Unais.
Peristiwa ini terjadi pada bulan
Dzul-Qa’idah atau Dzul-Hijjah 5 H. Seusai perang Ahzab dan Bani Quraizhah dan
membungkam para penjahat perang, beliau mengerahkan satuan-satuan pasukan untuk
memberi pelajaran kepada beberapa kabilah dan Arab badui, yang selama itu
selalu mengganggu keamanan. Untuk itu beliau perlu menghadapi mereka dengan
kekuatan militer.
Satuan Pasukan Di Bawah Komando
Muhammad bin Maslamah
Ini merupakan satuan pasukan yang
dikirim pertama kali setelah perang Ahzab dan Bani Quraizhah. Jumlahnya ada
tiga puluh orang yang menunggang kendaraan.
Satuan ini bergerak ke arah Al-Quratha’
di bilangan Dhariyah di Najd. Jarak antara Dhariyah dan Madinah bisa ditempuh
selama tujuh hari. Mereka pergi selama sepuluh hari dan tiba di perkampungan
Bani Bakr bin Kilab. Saat satuan pasukan Muslimin ini menyerbu tempat itu,
mereka pun melarikan diri, sehingga orang-orang Muslim mendapatkan rampasan
berupa bitnatang ternak yang cukup banyak.
Mereka tiba di Madinah, dengan menawan
Tsumamah bin Utsal Al-Hanafiy, pemimpin Bani Hanifah. Sebelum itu dia pernah
menolak bekerja sama dengan Musailamah Al-Kadzab untuk membunuh Nabi r Setiba
di Madinah mereka mengikatnya di salah satu tiang masjid.
Setelah beberapa saat, orang-orang
Muslim melepasnya. Lalu Tsumamah pergi ke sebuah kebun korma tak jauh dari
masjid, lalu mandi dan kembali lagi untuk masuk Islam. Dia berkata, ”Demi
Allah, sebelum ini tidak ada wajah yang paling kubenci di muka bumi ini selain
wajahmu. Kini wajah yang paling kucintai adalah wajahmu. Demi Allah, sebelum
ini tidak ada agama yang paling kubenci di muka bumi selain agamamu. Kini agama
yang paling kucintai adalah agamamu. Aku ingin naik kuda milik engkau karena
aku ingin melaksanakan umrah.” Lalu beliau pun memperkenankannya dan
menyuruhnya melaksanakan umrah.
Perang Bani Lahyan
Bani Lahyan adalah yang pernah
mengkhianati sepuluh sahabat dan membunuh mereka di Ar-Raji’. Karena tempat
mereka yang masuk wilayah Hijaz dan berbatasan dengan Makkah, maka Nabi r tidak
berniat untuk memasuki wilayah itu, karena posisi tempat mereka yang berdekatan
dengan musuh terbesar. Ini terjadi sebelum meletus peperangan antara kaum
Muslimin dan Quraisy serta beberapa kabilah Arab lainnya. Tapi setelah mental
dan semangat pasukan musuh merosot serta membiarkan situasi berjalan serba
mengambang tanpa ada ujungnya, maka sudah tiba saatnya bagi beliau untuk
melancarkan balasan terhadap Bani Lahyan atas kematian para sahabat beliau di
Ar-Raji’.
Pada bulan Rabi’ul-Awwal atau
Jumadal-Ula 6 H, beliau pergi bersama dua ratus sahabat. Madinah diserahkan
kepada Ibnu Ummi Maktum. Beliau membuat kamuflase, seakan-akan kepergian kali
ini hendak menuju Syam, agar mereka lengah. Perjalanan dipercepat hingga tiba
di Ghuran, suatu lembah yang terletak antara Amaj dan Usfan. Disitulah dulu
para sahabat beliau dibunuh. Hati beliau merasa trenyuh atas nasib mereka lalu
mendoakan mereka.
Bani Lahyan yang mendengar kedatangan
beliau dan pasukan Muslimin, langsung melarikan diri ke puncak-puncak gunung.
Tak seorang pun di antara mereka yang bisa tertangkap. Beliau menetap di
perkampungan Bani Lahyan selama dua hari. Selama itu beliau mengutus beberapa
orang untuk melakukan pengejaran, namun hasilnya nihil. Lalu beliau pergi ke
Usfan dan mengutus sepuluh orang penunggang kuda untuk pergi ke Kura’ Al-Ghamim
untuk mencari informasi tentang keadaan orang-orang Quraisy. Setelah itu beliau
kembali lagi ke Madinah. Kepergian beliau ini selama empat belas hari.
4.
Perjanjian Hudaibiyah
Perjanjian
Hudaibiyyah (Arab:صلح الحديبية) adalah sebuah
perjanjian yang di adakan di sebuah tempat diantara Madinah dan Mekkah pada
bulan Maret 628 M (Dzulqaidah, 6 H)
Latar
belakang perjanjian ini adalah pada tahun 628 M, sekitar 1400 Muslim berangkat
ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Mereka mempersiapkan hewan kurban
untuk dipersembahkan kepada kaum Quraisy. Quraisy, walaupun begitu, menyiagakan
pasukannya untuk menahan Muslim agar tidak masuk ke Mekkah. Pada waktu ini,
bangsa Arab benar benar bersiaga terhadap kekuatan militer Islam yang sedang
berkembang. Nabi Muhammad mencoba agar tidak terjadi pertumpahan darah di
Mekkah, karena Mekkah adalah tempat suci.
Akhirnya
kaum Muslim setuju, bahwa jalur diplomasi lebih baik daripada berperang.
Kejadian ini dituliskan pada surah Al-Fath ayat 4 :
هو الذي انزل
السكينة في
قلوب المؤمينين
yaitu
bermakna bahwa Allah telah memberikan ketenangan bagi hati mereka agar iman
mereka bisa bertambah.
Adapun
Garis besar Perjanjian Hudaibiyah berisi :
"Dengan
nama Tuhan. Ini perjanjian antara Muhammad (SAW) dan Suhail bin 'Amru,
perwakilan Quraisy. Tidak ada peperangan dalam jangka waktu sepuluh tahun.
Siapapun yang ingin mengikuti Muhammad (SAW), diperbolehkan secara bebas. Dan
siapapun yang ingin mengikuti Quraisy, diperbolehkan secara bebas. Seorang pemuda,
yang masih berayah atau berpenjaga, jika mengikuti Muhammad (SAW) tanpa izin,
maka akan dikembalikan lagi ke ayahnya dan penjaganya. Bila seorang mengikuti
Quraisy, maka ia tidak akan dikembalikan. Tahun ini Muhammad (SAW) akan kembali
ke Madinah. Tapi tahun depan, mereka dapat masuk ke Mekkah, untuk melakukan
tawaf disana selama tiga hari. Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan
mundur ke bukit-bukit. Mereka haruslah tidak bersenjata saat memasuki
Mekkah"
Manfaat
Hudaibiyah bagi kaum Muslim adalah :
•
Bebas dalam menunaikan agama Islam
•
Tidak ada teror dari Quraisy
•
Mengajak kerajaan-kerajaan luar seperti Ethiopia-afrika untuk masuk Islam
Perjanjian
Hudaibiyah ternyata dilanggar oleh Quraisy, tapi kaum Muslim bisa membalasnya
dengan penaklukan Mekkah (Fathul Makkah) pada tahun 630 M Kaum Muslim
berpasukan sekitar 10000 tentara. Di Mekkah, mereka hanya menemui sedikit
rintangan. Setelah itu, mereka meruntuhkan segala simbol keberhalaan di depan
Ka'bah
5.
Pembebasan Mekkah (Fathul Mekkah)
Pembebasan
Mekkah (bahasa Arab: فتح مكة, Fathu Makkah)
merupakan peristiwa yang terjadi pada tahun 630 tepatnya pada tanggal 10
Ramadhan 8 H, dimana Muhammad beserta 10.000 pasukan bergerak dari Madinah
menuju Mekkah, dan kemudian menguasai Mekkah secara keseluruhan, sekaligus
menghancurkan berhala yang ditempatkan di dalam dan sekitar Ka'bah.
Pada
tahun 628, Quraisy dan Muslim dari Madinah menandatangani Perjanjian
Hudaybiyah. Meskipun hubungan yang lebih baik terjadi antara Mekkah dan Madinah
setelah penandatanganan Perjanjian Hudaybiyah, 10 tahun gencatan senjata
dirusak oleh Quraisy, dengan sekutunya Bani Bakr, menyerang Bani Khuza'ah yang
merupakan sekutu Muslim. Pada saat itu musyrikin Quraisy ikut membantu Bani
Bakr, padahal berdasarkan kesepakatan damai dalam perjanjian tersebut dimana
Bani Khuza'ah telah bergabung ikut dengan Nabi Muhammad dan sejumlah dari
mereka telah memeluk islam, sedangkan Bani Bakr bergabung dengan musyrikin
Quraisy.
Abu
Sufyan, kepala suku Quraisy di Mekkah, pergi ke Madinah untuk memperbaiki
perjanjian yang telah dirusak itu, tetapi Muhammad menolak, Abu Sufyan pun
pulang dengan tangan kosong. Sekitar 10.000 orang pasukan Muslim pergi ke
Mekkah yang segera menyerah dengan damai. Muhammad bermurah hati kepada pihak
Mekkah, dan memerintahkan untuk menghancurkan berhala di sekitar dan di dalam
Ka'bah. Selain itu hukuman mati juga ditetapkan atas 17 orang Mekkah atas
kejahatan mereka terhadap orang Muslim, meskipun pada akhirnya beberapa di
antaranya diampuni.
Profil atau Ciri-ciri Dakwah Rasulullah SAW
Periode Madinah
Ada
beberapa ciri-ciri umum dari dakwah nabi selama berada di Madinah yang dapat
diidentifikasi, diantaranya:
a.
Menjaga kesinambungan tarbiyah
dan tazkiyah
bagi sahabat yang telah memeluk islam.
Diantara program yang dilakukan adalah membacakan ayat-ayat Al-Qur’an untuk
semua masyarakat, mensucikan jiwa dan mengajarkan kepada mereka Al-Qur’an dan
Sunnah, membangun masjid dan mempersaudarakan orang-orang muhajirin dan anshar.
b.
Mendirikan Daulah
Islamiyah
Daulah adalah sarana dakwah yang paling besar dan merupakan lembaga terpenting
yang secara resmi menyuarakan nilai-nilai dakwah. Adapun beberpa syarat yang
harus dipenuhi dalam pembentukan daulah adalah:
1)
Adanya basis massa kaum muslimin yang solid
2)
Adanya negeri yang layak dan memenuhi syarat
3)
Tersedianya perangkat sistem yang jelas
c.
Adanya keseriusan untuk menerapkan hukum syariat untuk seluruh lapisan
masyarakat, baik skala personal maupun jamaah. Seperti melaksanakan syiar-syiar
islam, menerpakan hudud, dan memutuskan perkaradiantara orang yang berselisih.
d.
Hidup berdampingan dengan musuh islam yang menyatakan ingin hidup damai dan
bermuamalah dengan mereka dengan aturan yang jelas. Toleransi ini disatu sisi
bertujuan untuk mempertontonkan secara lansung kepada mereka indahnya model
masyarakat islam, dan disisi lain menciptakan kestabilan hidup bernegara.
e.
Mengahadapi secara tegas pihak yang memilih perang serta mempersiapkan kekuatan
bekesinambungan untuk mengahdapi beberpa kemungkinan-kemungkinan tersebut
f.
Merealisasikan universalitas dakwah islam dengan merambah keseluruh kawasan
dunia
g.
Melalui surat, duta, mengirim rombongan, menerima utusan yang datang dan
seterusnya.
6
. Haji Wada
Setelah
peristiwa Fathul Mekkah, kaum muslimin semakin bertambah. Ini merupakan babak
akhir bagi Rasulullah setelah tuntas menyampaikan risalah da'wah kepada
masyarakat. Pada tahun 10 H Rasulullah mengutus Muadz bin Jabbal ke Yaman.
Beliau bersabda : " Wahai Muadz, boleh jadi engkau tidak akan bertemuaku
lagi sesudah tahun ini, dan boleh jadiengkau akan lewat masjidku dan
kuburankuini," Seketika Muadz menangiskarena khawatir akan berpisah dengan
Rasulullah.
Pada
hari Sabtu, 25 Dzulqoidah 10 H, Rasulullah mengumumkan niatnya untuk
melaksanakan haji mabrur. Haji ini di kenal dengan Haji Wada atau Haji
perpisahan. Pada hari itu Rasulullah bersama 90.000 kaum muslimin melakukan
perjalanan menuju Mekkah.
Setelah
sampai di Masjidil Haram, beliau melaksanakan :
-
Sa'i
-
Tawaf
-
Menetap di bukit Mekkah.
PESAN
TERAKHIR RASULULLAH
-
Tetaplah mendirikan dan memelihara sholat.
Jangan pernah meninggalkan Al-Quran dan
As-Sunnah.
7.
Substansi Dakwah Rasulullah Saw
Berbeda
dengan dakwah pada periode Makkah, dimana dakwah dititik beratkan dalam bidang
Tauhid (keimanan), hal ini disebabkan karena penduduk Makkah masih sangat buta
tentang ketuhanan yang sebenarnya.
Penduduk
Madinah sudah banyak yang memeluk Islam secara sadar dan damai, oleh karena itu
dakwah rasul di Medinah berorientasi dalam bidang :
1.
Kemasyarakatan,
2.
Perekonomian,
3.
Akhlak, dan
4.
Ibadah.
Tata
kemasyarakatan yang dibentuk Rasulullah SAW adalah kemasyarakatan yang islami,
sehingga hukum yang diterapkan di negeri itu juga hukum Islam. Perekonomian
disusun berdasarkan ekonomi Islam dimana diharamkannya riba dan dihalalkannya
jual beli. Begitupun akhlak dan sikap diwajibkan mencerminkan sikap yang
Islami, dibedakan dengan sikap non Islam. Tata cara ibadah yang khas dibangun
oleh Rasulullah SAW, yang menunjukkan perbedaannya dengan tata cara ibadah non
Islam.
8.
Strategi Dakwah Rasulullah SAW
Tentu
saja dalam menjalankan dakwahnya Rasulullah SAW menggunakan tata cara atau
strategi yang sangat baik dan cocok untuk lingkungan masyarakat sekitarnya.
Beberapa corak dan ragam Strategi dakwah Rasulullah SAW diantaranya :
1.
Lemah lembut dan kasih sayang
2.
Tanpa mengenal putus asa
3.
Suri tauladan atau contoh yang baik
4.
Tahan ujian dan bantingan serta pantang menyerah
5.
Pemaaf
6.
Tanpa pilih bulu
KESIMPULAN
Periode
Muhammad di Madinah dimulai sejak Hijrah ke Madinah pada tahun 622 dan berakhir
dengan Pembebasan kota Mekkah pada tahun 630. Hijrah yang dilakukan oleh kaum
Muslim dari Mekkah ke Madinah. Muhammad tiba di Madinah pada hari Senin, tanggal
27 September pada tahun yang sama.
Selama
tahun pertama hijrah, Muhammad membuat Piagam Madinah, sebuah perjanjian
tentang hak dan tanggung jawab kaum Muslim, Yahudi, dan komunitas suku Arab
lainnya di Madinah selama perang antara kota dan tetangganya.
Perang
Badar merupakan pertempuran yang menentukan dalam sejarah Islam awal dan
dimulainya perlawanan Muhammad dengan jalan perang terhadap Quraisy Mekkah.
Bani Qainuqa merupaka suku Yahudi yang hidup sebelum Islam di Madinah. Mereka
termasuk suku Yahudi pertama yang berdiam di sana, dan merupakan suku Yahudi
yang terkuat di Jazirah Arab sebelum Islam. Yang selanjutnya di ikuti perang
uhud yang mengakibatkan kekalahan di pihak kaum Muslimin karena tidak mematuhi
perintah Rasulullah SAW
Perang
Khandaq adalah penyerangan dari suku Quraisy Mekkah dibantu oleh
sekutu-sekutunya ke Madinah pada tahun 627, oleh karena itu perang ini disebut
juga Perang Ahzab (sekutu). Khandaq berarti parit, dimana kaum Muslim di
Madinah menggali parit melindungi kota Madinah sehingga pihak sekutu tidak
dapat menyerang ke dalam kota, walaupun Quraisy Mekkah diperkuat oleh hampir
10.000 orang.
Perjanjian
Hudaybiyah ditandatangani pada tahun 628. Pada waktu itu sebanyak 1.600 orang
Muslim berangkat ke Mekkah untuk melakukan ibadah Haji dipimpin oleh Nabi
Muhammad. Selanjutnya terjadilah Pembebasan Mekkah (Fathul Mekkah), Pada hari
Sabtu, 25 Dzulqoidah 10 H, Rasulullah mengumumkan niatnya untuk melaksanakan
haji mabrur. Haji ini di kenal dengan Haji Wada atau Haji perpisahan. Penduduk
Madinah sudah banyak yang memeluk Islam secara sadar dan damai pada saat itu.
0 komentar:
Posting Komentar