Tujuan akhir
kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah
yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan
stabil. Untuk mencapai tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga
kebijakan BI Rate sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi
aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi.
Namun jalur atau transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan
pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu
(time lag).
Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai
mempengaruhi inflasi tersebut sering disebut sebagai mekanisme transmisi
kebijakan moneter. Mekanisme ini menggambarkan tindakan Bank Indonesia
melalui perubahan-perubahan instrumen moneter dan target operasionalnya
mempengaruhi berbagai variable ekonomi dan keuangan sebelum akhirnya
berpengaruh ke tujuan akhir inflasi. Mekanisme tersebut terjadi melalui
interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta
sektor riil. Perubahan BI Rate mempengaruhi inflasi melalui berbagai
jalur, diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar,
jalur harga aset, dan jalur ekspektasi.
Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi
suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Apabila
perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan
kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk
mendorong aktifitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan
suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan
rumah tangga akan meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan
menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Ini semua
akan meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi sehingga aktifitas
perekonomian semakin bergairah. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi
mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespon dengan menaikkan suku bunga
BI Rate untuk mengerem aktifitas perekonomian yang terlalu cepat
sehingga mengurangi tekanan inflasi.
Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi
nilai tukar. Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan
BI Rate, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku
bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya
selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan
modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI
karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi
nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor
lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal
atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi
ekspor. Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya
pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.
Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi
perekonomian makro melalui perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga
akan menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi sehingga
mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya
mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti
konsumsi dan investasi.
Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi
juga mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi).
Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi
dan pada akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi
kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada
akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan
harga.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini bekerja memerlukan waktu (time lag). Time lag
masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain. Jalur nilai tukar
biasanya bekerja lebih cepat karena dampak perubahan suku bunga kepada
nilai tukar bekerja sangat cepat. Kondisi sektor keuangan dan perbankan
juga sangat berpengaruh pada kecepatan tarnsmisi kebijakan moneter.
Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respon
perbankan terhadap penurunan suku bunga BI rate biasanya sangat lambat.
Juga, apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki
permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan
kredit belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi
permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu
direspon oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila
prospek perekonomian sedang lesu. Kesimpulannya, kondisi sektor
keuangan, perbankan, dan kondisi sektor riil sangat berperan dalam
menentukan efektif atau tidaknya proses transmisi kebijakan moneter.
0 komentar:
Posting Komentar